Gajah-gajah Sri Langka mati perlahan akibat makan sampah plastik (foto: Instagram/@ tunesambiental)
Gajah-gajah Sri Langka mati perlahan akibat makan sampah plastik (foto: Instagram/@ tunesambiental)

DOMIGADO – Internasional. Gajah-gajah di Sri Lanka mati perlahan akibat makan plastik ditempat pembuangan sampah. Gajah-gajah kerap berkerumun di lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) dekat wilayah cagar alam di Kota Ampara. Gajah-gajah ini diperkirakan akan mati perlahan akibat makan sisa makanan dan juga sampah plastik.

Melansir laman Kompascom, Pemerintah Sri Lanka menggali parit di sekitar tumpukan sampah demi mencegah kawanan gajah mencari makan di antara gunungan sampah plastik. Hal ini dilakukan untuk menghindari gajah-gajah untuk berkerumun di lokasi TPA tersebut. Mereka memakan sisa-sisa makanan bersama plastik, yang membunuh mereka secara perlahan, kata pihak berwenang.

Foto gajah-gajah mencari makan di antara sampah di Ampara telah mengejutkan para pegiat lingkungan. Plastik dari TPA diketahui sebagai pembunuh gajah liar, yang jumlahnya diperkirakan sekitar 7.500 ekor di Sri Lanka. TPA di Ampara dibangun sekitar sepuluh tahun lalu di dekat wilayah cagar alam yang merupakan habitat 300 gajah.

Pemerintah Sri Lanka telah berusaha melindungi gajah dan kehidupan liar lain dengan kebijakan larangan impor terhadap banyak produk plastik. Di Ampara, pagar listrik dipasang di sekitar wilayah TPA untuk mencegah gajah masuk. Namun pagar tersebut tidak ampuh, yang memaksa pemerintah untuk menggali parit di sekitar TPA sebagai gantinya.

Namun demikian, warga setempat berkata mereka tidak yakin dengan rencana pemerintah untuk menangani gajah-gajah itu.

“Tidak ada rencana atau sistem yang memadai untuk ini,” kata P H Kumara, anggota kelompok tani setempat, kepada kantor berita Reuters.

Sebanyak 361 ekor gajah mati di Sri Lanka sepanjang 2019, menurut kelompok lingkungan. Itu merupakan jumlah kematian gajah terbanyak yang dilaporkan sejak Sri Lanka merdeka pada 1948, kata para pelestari alam. Kebanyakan dari mereka dibunuh oleh manusia. Membunuh gajah adalah kejahatan di Sri Lanka.

Hewan itu dihormati, tapi beberapa petani menganggap mereka sebagai hama. Saat mencari makan, gajah-gajah sering terlibat konflik dengan masyarakat desa, seperti di Ampara.

” Gajah-gajah liar yang datang ke TPA diam di sini siang dan malam,” kata Kumara.

“Mereka kemudian pergi ke desa sekitar dan mengganggu warga desa, properti dan lahan pertanian mereka.”

“Hasilnya ialah konflik manusia-gajah semakin memburuk dan kita kehilangan gajah-gajah yang merupakan aset nasional.”

Terdapat beberapa kisah memilukan yang di alami gajah-gajah di Sri Lanka. Setahun yang lalu, eekor gajah ditemukan mati setelah bekerja sebagai gajah tunggangan buat turis. Seekor gajah berusia 18 tahun harus merenggang nyawa, diduga karena beban kerja yang berlebihan. Gajah bernasib tragis ini bernama Kanakota. Kematian Kanakota disebut sebagai sebuah tragedi.

Dihimpun dari beberapa sumber, gajah Kanakota ini merupakan hewan gajah tunggang buat turis di Sigiriya Touris Trail. Destinasi ini memang menawarkan atraksi menunggang gajah buat para wisatawan. Kanakota sudah bekerja di Sigiriya sejak usianya 3 tahun. Diduga, Kanakota meninggal karena dipaksa bekerja secara terus-terusan.

Paul Healey, aktivis pecinta satwa dari organisasi bernama Moving Animals mengatakan, wisatawan mesti berhenti naik wahana menunggang gajah. Selama permintaan dari wisatawan terus ada, maka atraksi menunggang gajah akan tetap ada.

“Kami mendesak kepada para wisatawan agar tidak lagi menunggang gajah. Kami juga meminta Pemerintah Sri Langka untuk membuat Undang-undang Kesejahteraan Satwa agar melindungi satwa-satwa menakjubkan di negeri ini,” kata Paul seperti dikutip dari UNILAD.

Perilaku menyiksa satwa di Sri Langka ditengarai kerap terjadi karena undang-undang di negeri ini tidak berubah sejak tahun 1907. Siapapun pelaku yang terbukti menganiaya satwa dihukum denda sebesar 100 Rupee saja, yang jika dikonversi tak mencapai Rp 10 ribu.

Hukuman seringan itu tentu sulit menimbulkan efek jera sehingga kasus kematian satwa seperti Kanakota diprediksi bisa terus terjadi di masa depan. Investigasi tengah dilakukan untuk menyelidiki kematian Kanakota.