Kampung Naga, kampung adat dengan tradisi yang kuat (foto: Wikipedia)
Kampung Naga, kampung adat dengan tradisi yang kuat (foto: Wikipedia)

DOMIGADO – Perkampungan di Jawa Barat memang terkenal sangat menghomati leluhur dan adat yang depegang erat. Salah satunya adalah Kampung Naga. Kampung Naga merupakan salah satu kampung adat yang masih melestarikan tradisi dan budaya leluhurnya. Budaya Sunda terasa sangat kental di Kampung Naga ini. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga juga dijadikan sebagai objek kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda.

Dilansir dari laman Kompascom, kenapa disebut Kampung Naga, sebenarnya tidak ada hubungannya dengan hewan mitos naga tetapi memang hanya nama sebutan saja. Kampung ini terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Yang unik letak kampung ini yang berada di lembah. Tidak hanya itu Kampung ini ternyata masih mempertahankan kearifan lokal dan budaya yang mereka jaga sejak dahulu.

Untuk mencapai Kampung ini dari Garut memakan waktu sekitar 1 jam. Letak kampung di sebelah kiri jalan. Uniknya adalah tata letak rumah dan arsitektur yang khas, sesaat sebelum masuk kampung kita harus melapor terlebih dahulu dan di sini tidak ada plang Desa Wisata. Kampung Naga sebenarnya bukanlah desa wisata namun memang keaslian kampung ini masih benar-benar terjaga.

Sawah yang mengelilingi kampung menambah kesan asri (foto: Barry Kusuma)
Sawah yang mengelilingi kampung menambah kesan asri (foto: Barry Kusuma)

Dahulu sempat terdengar kabar jika Kampung Naga ditutup untuk orang luar karena ada sebagian dari warga yang enggan daerahnya dijadikan sebagai objek wisata. Setelah banyak berdiskusi dengan sesepuh, ternyata mereka tidak mau menjadikan tempat tinggalnya ini menjadi Desa Wisata, karena tidak mau ditonton oleh orang ataupun turis yang datang.

Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari, di sini masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka menolak intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung tersebut. Warga sendiri menyebut sejarah kampungnya dengan istilah “Pareum Obor”. Pareum jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu mati, gelap. Dan obor itu sendiri berarti penerangan, cahaya, lampu.